Featured

Proactol LTD

Laman

0 BIOGRAFI


Nama                          : Yulia Amaliah Nurulhuda
N.I.M                           : 011011062
Jurusan/Kelas              : Mankom/B
KOMPRAK
BIOGRAFI

Mengapa saya memilih untuk menulis biografi tokoh yang satu ini, karena saya langsung jatuh cinya saat saya membaca bukunya yang berjudul “ Sukses Sebelum Lulus Kuliah”. Dari isi bukunya yang penuh motivasi, dan mudah di cerna bahasanya, saya ingin segera tahu siapa orang yang sangat piawai membuat buku tersebut.
Beliau adalah Roni Indra S,Psi .  Seorang master spiritual dan motivator dari Negeri Minang dan Melayu . Beliau sangat aktif dalam mengisi kegiatan talk show, seminar, ceramah umum, bedah buku, MC  class leader dll.
Belai yang sering dipoanggil “ Abu Fakhri Nabhan Rabbani” ini lahir di Rengat- Riau pada tanggal 4 Maret 1982. Beliau merupakan sarjana dan dosen Psikologi di Universitas Swasta dikota Bandung ini pernah menempuh pendidikan di SDN 02 Rengat, SDN 002 BekasI, SMPN 1 Rengat , Smun 1 Pondok Gede dan SMUN 20 Bandung.
Beliau memiliki kegemaran olahraga yang ekstream seperti king boxing, karate, silat, basket, skate board dan berada di kominitas music rock. Namun hal ini membuat beliau matang saat kuliah.
Beliau telah menerbitkan 14 buku dan dua diantaranya sudah diterbitkan sebagai buku terlaris didunia pelatihan serta mendapat sambutan ang luar biasa dari pembaca di Indonesia.
Diselah selah kesibukannya beliau memilki usaha seperti percetakan, penerbitan, tour and travel, bisnis konveksi, Master Studio, dll
Read more

0 PROSES BERFIKIR KREATIF


PROSES BERFIKIR KREATIF
Yulia Amaliah (011011062)
Cerita pendek yang berjudul “ Kisah Masa Lalu ” merupakan tema dari Museum Geologi. Setiap orang ingin mendapatkan kesempurnaan, dari pembuatan yang ia buat. Di mulai dari pembangkitan tokoh, alur cerita yang seolah terjadi. Namun justru itu semua sering menjadi kendala dalam pembuatan cerita. Pada saat saya membuat cerita pendek tersebut pertama saya akan membuat tema, kebetulan tema cerpen tersebut mengenai museum geologi, selanjutnya menentukan tokoh. Karena tema tentang Museum Geologi yang bisa dijadikan tempat wisata pendidikan, sata terfikir untuk membuat tokoh keluarga, satu anak balita, ayah dan ibunya.anak tersebut bernama Citra, Ibunya bernama Dewi dan ayahnya bernama Bagas.
Setelah penentuan tokoh, saya menentukan karakter tokoh tersebut. Karakter tokoh anak tersebut saya mendapat inspirasi dari anak balita sekitar yang selalu ingin serba tahu tentang hal-hal yang baru,dan merupakan anak yan cerdas yang cepat dalam menerima pelajaran. Sedangkan karakter dari ayah dan ibunya mereka merupakan sosok orang tua yang penyabar dan merupakan orang tua muda yang kreatif.  Mereka tak pernah lelah dalam menjawab celotahan-celotehan anaknya.
Setelah penentuan karakter, saya menentukan latar tempat dan latar waktu dimana cerita tersebut. Latar waktu terjadi pada saat weekend , tepatnya pada hari Minggu. Sedangkan latar tempat terjadi di Museum Geologi itu sendiri.
Saat pembuatan cerpen ini saya mulai berimajinasi bagaimana saya di tujuh tahun kedepan, memilki suami yang baik dan menjadi keluarga yang berbahagia ditambah seorang anak yang cantik, lucu. Saya membawa anak saya ( Citra ) berlibur, namun sekaligus memberikan pendidikan oleh karena itu kita semua pergi ke Museum Geologi. Di cerpen ini saya hanya menjelaskan ada apa di museum geologi tesebut. Apa yang Citra tidak di ketahui di jawab oleh ayah dan ibunya.
Di dalam cerpen ini saya hanya inign menjelaskan tentang museum geologi tersebut karena masih sja ada sebagia orang yang malas untuk mengunjungi Museum Geologi tersebut.
Read more

0 SENI ADALAH HIDUPNYA

Pecinta Seni-Agus R. Sarjono, menyelesaikan studinya di FPBS, IKIP Bandung dan pasca-sarjana Univesitas Indonesia. Menulis ajak, cerpen, esai, kritik, dan drama. Karyanya sudah banyak yang dimuat di media, baik nasional maupun internasional. Seperti Jurnal Indonesia, dan beberapa media yang terdapat di Brunei Darussalam, Inggris, Jerman, dan Amerika Serikat. Selain membaca puisi dan memberi workshop hampir diseluruh wilayah Indonesia, beliau juga pernah diundang membaca puisi dan berdiskusi di mancanegara, antara lain; “Asean Writers Conference/Workshop (Poetry)”, Manila (1994); “Festival de Winternachten”, Den Haag, Belanda (1999); “Phoetry on the Road”, Bremen, Jerman (2011) dan “Internationales Literaturfesival Berlin”, Jerman (2001); “Word Poetry”, Helsinky, Finlandia (2005).
Selain sederet kegiatanya di luar negeri sebagai tamu undangan, beliau juga pernah  tinggal sebagai satrawan tamu di Belanda , ada tahun 2001 lalu, dan di Jerman sebagai peran yang sama pada tahun 2002 hingga 2003. Beliau begitu aktif menulis sajak, salah satunya adalah “Demokrasi Dunia Ketiga”, yang beliau tulis pada tahun 1998;
Demokrasi Dunia Ketiga
Kalian harus demokratis. Baik, tapi jauhkan
Tinju yang kau kepalkan itu dari pelipisku
Bukankah engkau... Tutup mulut! Soal tinjuku
Mau ku kepalkan, ku simpan di saku
Atau ku tonjokan kehidungmu,
Tentu sepenuhnya terserah padaku.
Pokoknya kamu harus demokratis. Lagi pula
Kita tidak sedang berbicara soal kau, tapi soal kamu
Yaitu kamu harus demokratis!
Tentu saja saya setuju, bukankah selama ini
Saya telah mencoba... Sudahlah! Kami  tak mau dengar
Apa alasanmu. Tak perlu berkilah
Dan buang waktu. Aku perintahkan kamu untuk demokratis, habis perkara! Ingat
Gerembolan demokrasi ang kami galang
Akan menindasmu habis. Jadi jangan macam-macam
Yang penting kamu harus demokratis.
Awas kalau tidak!
1998
Berlatar pada tahun 1998, dimana pada saat itu sedang terjadi pergolakan demokrasi pemerintahan, Agus berusaha menggambarkannya memalui sajak di atas. Melaui bahasa yang lugas, beliau seperti sedang bercerita apa yang beliau rasakan kala itu, bagaimana negeri ini diancam berdemokrasi.
Selain sajak di atas, masih banyak saja-sajak beliau yang sudah dibukukan, yaitu Kenduri Airmata (1994, 1996);  Suatu Cerita di Negeri Angin (2001); A Story from the Country of the Wind (2001);  Frische Knochen aus Banyuwangi (2002);  dan Diterbangkan Kata-Kata (2006,2007).
Selain yang tersebut di atas, beliau mempunyai satu karya sajak yang begitu dikenal orang, sebuah sajak yang bertema pendidikan, terdengar keras memang, sarat akan kritikan pada dunia pendidikan di ngeri ini. Sajak ini ada di salah satu buku kumpulan sajaknya, yaitu terdapat dalam buku Suatu Cerita di Negeri Angin yang tgerbit pada tahun 2001 lalu.
Sajak Palsu
selamat pagi pak, selamat pagi bu, ucap anak-anaksekolah
dengan sapaan palsu. Lalu mereka pun belajar
sejarah palsu dari buku-buku palsu. Di akhir sekolah
mereka terperangah melihat hamparan nilai mereka
yang palsu. Karena tak cukup nilai, maka berdatanganlah
mereka ke rumah-rumah bapak dan ibu guru
untuk menyerahkan amplop berisi perhatian
dan rasa hormat palsu. Sambil tersipu palsu
dan membuat tolakan-tolakan palsu, akhirnya pak guru
dan bu guru terima juga amplop itu sambil berjanji palsu
untuk mengubah nilai-nilai palsu dengan
nilai-nilai palsu yang baru. Masa sekolah
demi masa sekolah berlalu, mereka pun lahir
 sebagai ekonom-ekonom palsu, ahli hukum palsu,
ahli pertania palsu, insinyur palsu. Sebagian
menjadi guru, ilmuan, atau seniman palsu. Dengan gairah tinggi
mereka menghambur ke tengah pembangunan palsu
dengan ekonom sebagai panglima palsu. Mereka saksikan
ramainya perniagaan palsu dengan ekspor
dan impor palsu yang mengirm dan mendatangkan
berbagai barang kelontong kualitas palsu.
Dan bank-bank palsu dengan niat menawarkan bonus
Dan hadiah-hadiah palsu, tapi diam-diam meminjam juga
Pinjaman dengan ijin dan surat palsu kepada bank negeri
Yang dijaga pejabat-pejabat palsu. Masyarakat pun berniaga
Dengan unag palsu yang dijamin devisa palsu. Maka
Uang-uang asing menggertak dengan kurs palsu
Sehingga semua blingsatan dan terperosok krisis
Yang meruntuhkan pemerintah palsu ke dalam
Nasib buruk palsu. Lalu orang-orang palsu
Meneriakan kegembiraan palsu dan mendebatkan
Gagasan-gagasan palsu di tengah seminar
Dan dialog-dialog palsu menyambut tibanya
Demokrasi palsu yang berkibar-kibar begitu nyaring
Dan palsu.
Dari sajak di atas kita sebagai pembaca dapat menilai, betapa selain mencintai dunia satra, Agus juga begitu memperhatikan kondisi negeri ini. Melaui sajak lah Agus tuangkan kepedulianya terhadap ibu pertiwi. Selain menulis sajak yang kemudian dibukukan, beliau juga menulis essai seperti Bahasa dan Bonafiditas Hantu (2001), dan Satra dalam Empat Orba (2001); Sementara dramanya adalalah Atas Nama Cinta (2004). Lebih dari sepuluh telah dieditorinya. Yang terbaru adalah Poetry dan Sincerity (2006), sedangkan terjemahan yang telah terbit adalah Kepada Urania, Joseph Brodsky (1998); Impian Kecemburuan Seamus Heaney (1998); Zaman Buruk Bagi Puisi, Bertolt Brencht (2004); Cand dan Ingatan, Paul Celan (2005); dan Satu dan Segalanya, Johan Wolfgang von Goethe (2007)
Agus pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Kesenian Jakarata (DKJ) periode 2003-2006, anggota Majelis Sastrea Asia Tenggara, editor Seri Puisi Jerman, dan anggota Sidang redaksi Jurnal Orientierungen (Bonn). Kini Agus banyak menghabiskan waktunya sebagai pengajar pada jurusan Teater Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung, serta sebagai redaktur Majalah Sastra Horison.

***Risa Surya Hidayat, 011.011.053
Read more
 
© [C]ommunication [B] | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger